Jakarta, 26 April 2021 – Hari ini, Komnas Pengendalian Tembakau bekerja sama dengan Center for Economics and Development (Pusat Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan), Universitas Padjadjaran meluncurkan Rekomendasi Kebijakan bertajuk “Intervensi Penanganan COVID-19 di Indonesia melalui Strategi Pengendalian Tembakau” sebagai dukungan kepada pemerintah untuk mempercepat penanganan COVID-19 di Indonesia dari sisi pengendalian konsumsi rokok yang memiliki korelasi pada keterparahan COVID-19. Terdapat enam butir rekomendasi yang mendorong penguatan regulasi dan edukasi untuk menekan perilaku merokok demi penurunan angka kasus COVID-19 di Indonesia.
Merokok dapat menjadi salah satu media yang mempercepat penularan COVID-19, bahkan merokok meningkatkan resiko keparahan dan kematian pada saat tertular COVID-19. Penelitian yang dilakukan Komnas Pengendalian Tembakau dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan penggunaan rokok di masa pandemi COVID-19. Data perokok dan COVID-19 per provinsi di Indonesia menunjukkan adanya peluang tingginya jumlah perokok akan diikuti dengan tingginya kasus COVID-19. Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia Tenggara, Indonesia memiliki prevalensi perokok tertinggi diikuti jumlah kasus COVID-19 tertinggi.
Menurut Estro Dariatno Sihaloho, Health Economist of Center for Economics and Development (CEDS), Universitas Padjadjaran, sebagai pemapar sekaligus penyusun utama Rekomendasi Kebijakan ini, potensi kerugian ekonomi akibat tembakau di Indonesia adalah sebesar 531 triliun rupiah atau 3.6 kali lebih besar dibandingkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 147.7 triliun di tahun 1 “Dengan menggunakan data SUSENAS 2019, hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan hasil penelitian IAKMI, terdapat skema-skema yang bisa berpotensi memberikan keuntungan ekonomi dari pengendalian konsumsi rokok dari 11.4 triliun rupiah hingga 34.2 triliun rupiah,” jelasnya dalam peluncuran Rekomendasi Kebijakan “Intervensi Penanganan COVID-19 di Indonesia melalui Strategi Pengendalian Tembakau” hari ini.
Melihat kaitan antara perilaku merokok dan COVID-19, hendaknya penanganan COVID-19 di Indonesia juga memperhatikan pengendalian konsumsi rokok yang saat ini sangat tinggi. Bukan hanya penularan, perilaku merokok juga mengancam efektivitas vaksin menekan sistem kekebalan tubuh (Health Sciences University, Turki). Untuk itu, perlu intervensi yang serius dalam penanganan COVID-19 melalui strategi kebijakan pengendalian tembakau yang mendesak saat ini.
“Beberapa regulasi pengendalian tembakau perlu diperkuat, seperti memahalkan harga rokok melalui mekanisme fiskal kenaikan cukai hasil tembakau dan memperkuat aturan lainnya dengan mengamandemen Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan,” tegas Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH saat membuka acara di kesempatan yang sama.
Untuk itu, Komnas Pengendalian Tembakau bekerja sama dengan Center for Economics and Development (Pusat Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan), Universitas Padjadjaran menyusun sebuah Rekomendasi Kebijakan yang meliputi butir-butir berikut:
- Meningkatkan kampanye mengenai adanya kaitan kuat antara perilaku merokok dengan meningkatnya penyebaran COVID-19, meningkatnya keparahan dan meningkatnya kematian pada pasien COVID-19.
- Menjadikan pengendalian konsumsi rokok menjadi salah satu tanggung jawab utama satuan tugas penanganan COVID-19 di pusat dan daerah karena berpotensi menyebarluaskan COVID-19.
- Meningkatkan cukai produk tembakau yang signifikan dan sejalan dengan harga jual eceran (HJE) yang tinggi untuk menekan keterjangkauan harga pada anak dan remaja serta masyarakat ekonomi lemah.
- Segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 dengan memperkuat aturan pengendalian konsumsi rokok melalui perluasan gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok; larangan total untuk iklan, promosi, dan sponsor rokok; implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang ketat; larangan penjualan rokok ke anak dan remaja; larangan penjualan rokok ketengan (single stick), serta larangan produk rokok elektronik.
- Meningkatkan edukasi melalui GERMAS dan berbagai program lain untuk mengurangi konsumsi rokok dan mengalihkan dananya untuk belanja kebutuhan lain yang lebih berguna.
- Meningkatkan edukasi untuk menghentikan penggunaan rokok secara total, bukan beralih ke penggunaan rokok elektronik karena akan berpotensi menjadi pengguna ganda (rokok konvensional dan rokok elektronik secara bersamaan).
Menaanggapi rekomendasi ini, Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPDKEMD, PhD, menyatakan, “Kami berkomitmen untuk melanjutkan revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok, menurunkan prevalensi merokok di Indonesia dan juga mendukung intervensi penanganan covid 19.”