Tidak pernah terbayang sebelumnya Zainudin (40) harus kehilangan pita su-ara di usianya yang masih sangat muda karena menjadi perokok pasif. Pada Desember 1995, saat Zainudin berusia 23 tahun, ia divonis men-derita kanker pita suara (laring). Tidak ada cara lain, kecuali Zainudin harus menghadapi operasi pengangkatan pita suara, yang artinya ia juga akan kehilangan suaranya.
Tidak bisa bicara.“Dokter bilang saya harus cepat operasi, karena suara saya saat itu semakin kecil dan serak, seperti bunyi peluit,” katanya. “Saya depresi saat itu, saya masih muda,” kata Zainudin dengan suaranya yang terdengar seperti suara robot. Apalagi penyakit itu disebabkan oleh rokok, sedang-kan dia sendiri bukanlah seorang perokok. Zainudin tinggal bersama keluarga be-sarnya yang semuanya adalah perokok berat.
Maka, pada Februari 1996, hal yang paling ditakuti Zainudin pun harus terjadi, yakni operasi pengangkatan pita suara yang dilakukan di Rumah Sakit Husada, Mangga Besar, Jakarta Pusat.
Daging yang tumbuh di pita suaranya telah menggerogoti segalanya milik Zainudin. Tak hanya kondisi tubuhnya yang terus menurun, keluarganya harus mencari utang sana-sini dan menjual sawah milik orangtua untuk biaya operasi. Lubang di lehernya yang kini menjadi pengganti hidungnya untuk bernapas menjadi sisa dari operasi tersebut. “Dokter paru-paru bilang kepada ibu saya, ‘anak ibu sudah tidak bisa bicara lagi,
sudah cacat seumur hidup’.
Saya harus cepat operasi karena suara saya semakin kecil seperti peluit
Terbayang tidak rasanya?” kata Zainudin mengenang saat itu. “Saya langsung tidak ada energi hidup, putus asa.” Pasca pengangkatan pita suaranya, Zainudin mengurung diri di kamar. Ia men-jelma menjadi sosok temperamental dan mengaku sempat marah kepada Tuhan. Zainudin menjadi salah satu penderita kanker pita suara termuda karena rata-rata penderita kanker laring berusia di atas 50 tahun. Meskipun bukan perokok, ia harus menelan kenyataan pahit akibat rokok. Zainudin juga berharap agar peme-rintah mau mengambil tindakan untuk menekan jumlah perokok.
Tidak hanya demi kebaikan perokok tersebut, tetapi juga siapa saja pun yang menghisap asapnya. Zainudin menjadi bukti nyata.