Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mendukung pemerintah dalam mengendalikan pandemi COVID-19 dan lebih kuat dan tegas mengendalikan faktor risiko yang mempermudah komplikasi, yaitu rokok.
“Kalau tidak para tenaga kesehatan dan rumah sakit akan babak belur menangani COVID-19 dan akan memberatkan semua pihak,” kata Hasbullah dalam konferensi pers secara daring yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Hasbullah mengatakan pandemi COVID-19 telah menimbulkan kekacauan di seluruh dunia. Dalam setiap kekacauan, pasti akan ada pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi.
Dia mencontohkan pernyataan para pendukung industri tembakau yang pada masa pandemi COVID-19 justru menyebarkan disinformasi bahwa merokok memiliki efek melindungi dari virus, padahal sejumlah penelitian ilmiah justru menyebutkan hal sebaliknya.
“Di Indonesia, soal rokok menjadi ajang ekonomi politik yang kencang. Yang menyedihkan, selama pandemi banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan mendapatkan bantuan sosial, tetapi masih tetap bisa merokok,” tuturnya.
Apalagi, pada saat aktivitas lebih banyak dilakukan di rumah, Hasbullah khawatir justru konsumsi rokok justru semakin meningkat. Padahal, selain meningkatkan risiko infeksi virus corona penyebab COVID-19, rokok juga meningkatkan risiko kemiskinan.
“Di Indonesia, banyak pejabat yang tidak percaya rokok adalah barang berbahaya sehingga malah menyebutkan pengendalian tembakau adalah konspirasi Organisasi Kesehatan Dunia dan perusahaan farmasi,” katanya.
Komnas Pengendalian Tembakau bersama dengan 17 organisasi anggota yang tergabung meminta kepada Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat yang merokok untuk berhenti merokok demi mencegah peningkatan angka kematian akibat COVID-19.
Surat kepada Presiden Joko Widodo tersebut juga didukung oleh sejumlah tokoh, antara lain Prof Emil Salim, Prof Farid Anfasa Moeloek, Nafsiah Mboi, Arifin Panigoro, Imam Prasodjo, Faisal Basri, dan Anwar Santoso.
Organisasi anggota Komnas Pengendalian Tembakau yang ikut menandatangani surat tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Kongres Wanita Indonesia, Perhimpunan Onkologi Indonesia, Perhimpunan Pemberantasan Tuberkolosis Indonesia.
Kemudian, Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia, Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, Yayasan Asma Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia, dan Yayasan Stroke Indonesia.