Wacana pemblokiran iklan rokok di internet terus mendapat dukungan kalangan pemerhati anak dan korban dampak rokok. Iklan rokok di internet yang dapat diakses siapa saja dan kapan saja perlu dibatasi, sebagaimana iklan rokok di televisi.
DALAM pantauan per 16 Juni Hingga 7 Juli 2019, Lentera Anak menemukan berbagai laporan iklan rokok di situs yang sering dikunjungi anak muda. Tanpa Verifikasi Umur. “Kami menerima laporan dari masyarakat, terutama anak muda yang menemukan 34 iklan, promosi dan sponsor rokok di media sosial, pemutar musik dan aplikasi editing foto,” ujar Koordinator Advokasi Lentera Anak, Nahla Jovial Nisa.
Pihaknya Mendesak Pemerintah Memblokir Iklan Rokok di internet yang tampil dalam berbagai format dan platform yang muncul kapan saja sehingga sangat rentan terakses anak-anak dan remaja.
Lentera Anak bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Forum Warga Jakarta dan Yayasan Pusaka Indonesia telah menyampaikan laporan tentang pelanggaran iklan rokok di internet kepada Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Salah satu yang dilaporkan masyarakat adalah akun media sosial yang kontennya menyampaikan pesan dan misi industri rokok dalam mempopulerkan kegiatan merokok. “Mereka mengklaim sebagai pembela petani tapi konten media sosialnya secara terbuka mengajak orang merokok,” ungkap Nahla.
Pegiat Forum Warga Jakarta, Tubagus Karbyanto menuturkan, hasil riset Tobacco Control Support Center-Ikatan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Indonesia menyebutkan, 3 dari 4 anak mengetahui iklan rokok dari media daring. Terpaan iklan rokok di internet berdasarkan usia adalah 38 persen pada umur dewasa atau 18 tahun sedangkan 45,7 persen umur 10-18 tahun.
Padahal berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah no. 109 tahun 2012, iklan di media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau, yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang berusia 18 tahun keatas.
“Apalagi pada 2014 sebuah portal berita daring sudah menerapkan verifikasi umur untuk iklan rokok. Namun, hal itu sudah tidak lagi dilakukan karena tidak ada pengawasan sama sekali dari pemerintah,” katanya.
Untuk itu, dibutuhkan upaya pemerintah terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika Memblokir Iklan Rokok Secara Keseluruhan di berbagai format karena rentan diakses anak-anak.
Sementara, anggota Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Armando menyampaikan, melarang total iklan rokok di semua media adalah jalan terbaik menanggulangi kesulitan pemerintah mengawasi pengendalian iklan rokok.
“Rokok adalah Produk yang membahayakan kesehatan dan bersifat adiktif, maka peredaran dan konsumsi rokok harus diatur dan diawasi serta dilarang beriklan, seperti produk berbahaya lainnya, yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai,” jelasnya
Menanggapi ini, Direktur Jenderal Industri Agro Kemen-perin, Abdul Rochim menyatakan, selama ini para pelaku usaha sudah mengikuti segala peraturan berkaitan promosi produk.
“Kami tidak setuju dengan permintaan Kementerian Kesehatan yang memblokir iklan rokok di internet. Yang penting iklan tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan perundangan. Dengan Tidak Menayangkan Gambar, bentuk rokok dan bungkusnya,” ujarnya
Menurut Rochim, pemblokiran total iklan di internet akan merugikan pelaku usaha industri hasil tembakau dan publik. Berdasarkan Pasal 3 PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, iklan media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada yang berusia 18 tahun keatas.
Dia Menyebut, iklan produk rokok yang mengikuti aturan, yakni tanpa gambar dan bentuk, tak akan menarik. Lalu pelaku usaha yang melanggar peraturan tetap diberikan hukuman atau sanksi.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moefti menegaskan, anggotanya selama ini taat terhadap peraturan yang ditetapkan pemerintah.
“Pemerintah sebaiknya menegakkan hukum berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Demi kepastian usaha dan keadilan hukum bagi pelaku usaha industri hasil tembakau nasional,” katanya.
Menurut Moeftie, pemerintah harus menciptakan keharmonisan di industri hasil tembakau. Kegaduhan justru akan semakin memperparah IHT yang telah berkontribusi sekitar 10 persen dari penerimaan negara.
“Industri hasil tembakau nasional yang merupakan industri penting dan legal dengan sejarah panjang di negeri ini,” terangnya.
Saat Ini, industri hasil tembakau menyerap 6 juta tenaga kerja. Mulai Dari Petani Tembakau dan cengkeh, para pekerja di pabrik rokok. Serta jutaan pedagang yang tersebar di seluruh Indonesia.