RADARPENA.ID – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) bersama Komnas Pengendalian Tembakau merilis dua hasil penelitian terkait perilaku merokok dan dampaknya terhadap kualitas hidup serta perkembangan balita pada keluarga miskin.

Manajer Program Pengendalian Tembakau dan Peneliti PKJS-UI, Renny Nurhasana menyatakan, pada penelitian pertama ditemukan bahwa rokok berpengaruh terhadap kemungkinan anak mengalami stunting

“Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan konsumsi, dari yang harusnya mengonsumsi makanan diganti dengan rokok, sehingga mengurangi jumlah makanan maupun kualitas nutrisi makanan,” ujar Renny saat memaparkan hasil penelitian tersebut, di Hotel Amani, Jakarta, Kamis (29/8).

Sementara pada penelitian kedua, kata Renny, ditemukan bahwa pengeluaran untuk rokok pada penerima bantuan sosial sudah menjadi kebutuhan sehari-hari dan berdampak pada kebutuhan belanja lainnya.

Renny mengungkapkan, harga rokok yang murah serta variasi harga rokok di pasaran menyebabkan keluarga penerima bantuan sosial sulit untuk berhenti merokok meski dalam kondisi perekonomian yang sulit.

“Sebagai negara dengan prevalensi merokok tertinggi di Asia (World Bank, 2017), isu rokok seharusnya menjadi bagian penting dalam agenda kebijakan kesehatan di Indonesia,” kata Renny.

Menurut dia, hal itu sudah dibuktikan sejak 2001 sampai 2004 dimana harga rokok di Indonesia yang semakin terjangkau diikuti semakin tingginya jumlah perokok. Lebih lanjut lagi, prevalensi perokok di antara kelompok pendapatan rendah meningkat dari 2016 ke 2017.

Renny menyebut, kebijakan cukai rokok sampai saat ini masih membuat harga rokok sangat terjangkau bagi uang saku anak dan keluarga miskin. Semakin banyak anak dan pemuda yang merokok, maka semakin buruk kualitas kesehatan SDM.

Sementara itu, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo mengingatkan, untuk mendukung Presiden Terpilih Joko Widodo untuk mewujudkan komitmen dalam memerangi konsumsi tembakau.

“Mengingat sudah terbukti stunting juga disebabkan tingginya konsumsi rokok pada keluarga miskin. Karena itu, peningkatan cukai rokok yang signifikan dan simplikfikasi layer cukai harus kembali dilakukan,” pungkasnya.