Jakarta – Pusat Pengendalian dan pencegahan Penyakit (CDC) Amerika masih melakukan investigasi lebih lanjut terkait laporan ratusan remaja yang mengalami penyakit paru-paru akibat penggunaan rokok elektrik atau vape. Sejauh ini, mereka telah mengidentifikasi 215 kemungkinan kasus penyakit paru-paru yang terkait dengan vaping di 25 negara bagian.

dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR, Dokter Spesialis Paru di RS Paru Persahabatan, Jakarta Timur, ikut mengomentari hal ini. Menurutnya informasi yang selama ini beredar yang mengatakan bahwa vape lebih aman dan tidak berbahaya adalah hal yang keliru.

“Banyak orang yg dijejali bahwa rokok elektrik lebih aman, tidak berbahaya. Ini menyesatkan kalau menurut saya. Secara resmi bulan Mei itu Komnas Pengendalian Tembakau dengan 13 profesi sudah buat statement kalau rokok elektrik itu berbahaya,” terangnya.

Menurut dokter Agus, baik vape maupun rokok konvensional, sama-sama berbahaya. Terdapat beberapa persamaan kandungan berbahaya dalam rokok konvensional yang juga dikandung vape. Berikut beberapa persamaannya :

Sama-sama mengandung Nikotin. Nikotin dalam jangka pendek bisa menyebabkan adiksi atau kecanduan. Dalam jangka panjang Nikotin yang berlebihan dapat menyebabkan rasa mual dan muntah.

Sama-sama mengandung zat Karsinogen. Pada rokok konvensional orang biasa mengenalnya dengan istilah tar. Di rokok elektrik, meskipun tidak mengandung tar, tetapi memiliki kandungan Karsinogen. Jika dikonsumsi terus menerus, zat Karsinogen yang terkandung dapat meningkatkan risiko kanker.

Asap bakaran rokok konvensional dan uap vape sama-sama mengandung partikel-partikel halus yang sifatnya iritatif dan bisa menyebabkan iritasi di saluran pernapasan atas dan bawah. Ini meningkatkan risiko asma dan infeksi saluran pernapasan akut seperti tuberculosis (TBC) serta pneumonia.