SERAMBINEWS.COM – Salah satu program corporate social responsibility yang kerap dilakukan oleh perusahaan rokok dengan mensponsori acara atau konser musik.

Pengunjung, juga tentunya promotor, menikmati sokongan dana dari para produsen rokok tersebut.

“Industri rokok membentuk ketergantungan industri musik Indonesia dengan menjadikan produknya sebagai sponsor utama berbagai even musik. Jadi tidak mengherankan apabila sponsorship yang dilakukan industri rokok saat ini dibela oleh banyak pihak seperti musisi bahkan masyarakat secara umum,” papar Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi di Jakarta, Rabu (25/2/2009), seperti dilansir INTISARI dari kompas.com.

Salah satu produk yang kerap dihadirkan dalam acara-acara musik, atau acara remaja lainnya, yang disponsori oleh produsen rokok adalah rokok mentol.

Rokok jenis ini sekilas terlihat lebih ringan, bahkan dianggap lebih ‘sehat’ dibanding rokok biasa.

Padahal, sebuah penelitian menunjukkan bahwa rokok mentol adalah ‘perangkap setan’ yang dibuat produsen rokok dengan target perokok muda, juga wanita.

Kok bisa? Simak uraiannya berikut ini.
Dr Gregory Connolly dari Harvard School of Public Health menyebut bahwa perusahaan-perusahaan rokok menggunakan kadar mentol agar isapan-isapan pertama terasa lebih enak bagi perokok muda atau perokok pemula lain.

“Menthol merangsang reseptor-reseptor penyejuk di paru-paru dan tekak mulut. Hal itu menjadikan kegiatan merokok lebih gampang,” ujar Connoly seperti dilansir INTISARI dari antaranews.com.

Dengan cara ini, para perokok, atau lebih tepatnya remaja atau wanita yang tertarik untuk mencoba rokok tak merasa kaget.

Dibandingkan dengan perokok berusia diatas 25 tahun yang 30-33 persennya memilih rokok mentol, sebanyak 57 persen para perokok berusia muda memilih rasa mentol dalam rokok.

Secara khusus rokok mentol dipilih oleh perokok muda, wanita berkulit nonputih.

Rokok merk Camel dan Marlboro menunjukkan peningkatan jumlah perokok remaja dan dewasa muda.

Kepopuleran rokok mentol juga dipengaruhi oleh kampanye iklan tahun 1950-an yang menyebutkan rokok mentol lebih sehat ketimbang rokok biasa.

Bahkan, rokok mentol diklaim bisa membuat tubuh terasa nyaman saat kita sedang flu.

Untuk saat ini, kepopuleran rokok mentol sendiri paling tidak tergambar dalam sebuah survei yang dilakukan di Amerika Serikat.

Sebuah data menunjukkan bahwa dari 84.000 perokok diketahui 57 persen perokok berusia 12-17 tahun memilih rokok mentol.

Sementara perokok berusia 18-25 tahun sekitar 45 persennya merokok mentol.

Meski secara global jumlah perokok mengalami penurunan, ternyata jumlah penggemar rokok mentol tetap sama, bahkan mengalami peningkatan.

“Hasil penelitian ini menunjukkan, kehadiran rokok mentol di pasaran memperlambat penurunan jumlah orang yang merokok di AS,” kata salah satu peneliti Andrea Villanti, dari Schroeder Institute for Tobacco Research and Policy Studies, seperti dilansir INTISARI dari kompas.com.

Dalam studi tahun 2004, para peneliti mengungkapkan bahwa merokok rokok mentol sebenarnya menghalangi kemampuan tubuh untuk memetabolisme nikotin.

Akibatnya, perokok lebih berisiko tinggi terkena kanker karena tubuhnya harus menghadapi zat berbahaya dalam konsentrasi tinggi.

“Penambahan sedikit rasa mentol akan membuat racun terasa manis sehingga lebih mudah dihisap,” kata ketua peneliti Gary Giovino, ketua departemen kesehatan komunitas dan perilaku kesehatan dari University Buffalo, seperti dilansir INTISARI dari kompas.com.

Sementara sebuah penelitian pada 2006 menyebutkan, orang yang terbiasa mengisap rokok mentol akan menemukan kesulitan untuk berhenti dibandingkan dengan perokok yang memilih rokok nonmentol.Sementara sebuah penelitian pada 2006 menyebutkan, orang yang terbiasa mengisap rokok mentol akan menemukan kesulitan untuk berhenti dibandingkan dengan perokok yang memilih rokok nonmentol.Sementara sebuah penelitian pada 2006 menyebutkan, orang yang terbiasa mengisap rokok mentol akan menemukan kesulitan untuk berhenti dibandingkan dengan perokok yang memilih rokok nonmentol.

Hal ini terkait sifat mentol yang dapat menghambat metabolisme nikotin, yang punya sifat adiktif.

Akibatnya, nikotin akan lebih lama tinggal di dalam tubuh dan sifat adiktifnya juga semakin lama.

Riset yang dilakukan Cancer Institute of New Jersey dan UMDNJ-School of Public Health ini melihat laju penghentian oleh perokok mentol dan nonmentol. Laju penghentian tersebut kemudian dipecah kembali berdasarkan ras.

Hasilnya, 43 persen ras Hispanik pengisap rokok mentol cenderung tidak berhenti dibandingkan dengan pengisap rokok biasa.

Sementara itu, 19 persen warga Amerika keturunan Afrika yang mengisap rokok mentol gagal berhenti merokok. Padahal, 71 persen dari etnik tersebut memilih rokok mentol.

“Bukti ini mendukung bahwa adanya mentol memengaruhi usaha stop merokok. Rencana pelarangan oleh FDA (Badan Pangan dan Obat-obatan Amerika Serikat) masuk akal,” ujar peneliti yang melakukan studi, seperti dilansir INTISARI dari kompas.com.

Ya, acara musik dan rokok mentol adalah perangkap ‘tak kasat mata’ produsen rokok untuk menjerat para remaja menjadi perokok. Mungkin seumur hidupnya.