JAKARTA, NETRALNEWS.COM – Di tengah keriuhan berita mengenai susunan Kabinet Indonesia Maju yang diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
PMK tertanggal 21 Oktober 2019 tersebut menyebutkan kenaikan tarif cukai rata-rata sekitar 20 persen yang disertai kenaikan harga jual minimum yang bervariasi.
Menanggapi hal ini, Komas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menilai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Sri Mulyani dan kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan patut diapresiasi. Dia dianggap sedikit-banyak telah mendengarkan masukan masyarakat mengenai pentingnya menaikkan cukai setinggi-tingginya yang akan berperan menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.
“Kami mengucapkan selamat kepada Ibu Sri Mulyani yang kembali diangkat menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Maju 2020-2024. Kami juga berterima kasih atas keluarnya PMK tentang kenaikan cukai tahun ini yang setidaknya lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” ujar Ketua Umum Komnas PT dr Prijo Sidipratomo, Kamis (24/10/2019).
Menurutnya, Kemenkeu telah melakukan langkah yang tepat dan berani yang memang seharusnya dilakukan oleh pemerintah demi perlindungan masyarakat dari produk berbahaya. Untuk itu, dia mengharapkan masyarakat terus mendukung Kementerian Keuangan dengan niat baiknya tersebut.
“Sayangnya masih ada loop hole dalam PMK ini. Jumlah tarif yang tidak berubah, yaitu masih 10 tingkatan, akan mengurangi efektivitas kenaikan cukai. Sebab, perokok SKM I masih bisa berpindah ke SKM IIA atau IIB, dan seterusnya,” kata dr Prijo.
Menurut Komnas PT, ini berakibat target menurunkan prevalensi perokok terhambat karena adanya pilihan harga rokok yang lebih murah. Maka dari itu penyederhanaan tarif sangat penting dalam penerapan cukai rokok.
Dia berharap, Pemerintah semakin tajam dalam memutuskan kenaikan cukai dengan memikirkan tujuan utamanya: menurunkan jumlah perokok. Karena perlu kembali diingat, cukai adalah salah satu intervensi yang paling efektif untuk mengurangi perokok.
Kenaikan 10 persen dari harga akan menurunkan prevalensi merokok sekitar 4 persen di negara berpenghasilan tinggi dan sekitar 8 persen di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Prabhat Jha, Frank J Chaloupka, 2010).
Kenaikan cukai juga dapat mempengaruhi distribusi pendapatan penduduk secara positif dan kenaikan cukai yang diiringi kenaikan harga akan mendorong penurunan konsumsi barang tak produktif pada keluarga miskin yang saat ini belanja terbesar keduanya adalah rokok (BPS, 2018).
Untuk diketahui, rata-rata kenaikan tarif cukai tercatat sekitar 20 persen, dengan disertai kenaikan harga jual minimum yang bervariasi. Khusus untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I yang menguasai 63 persen pangsa pasar Indonesia, tercatat kenaikan tarif cukai sebesar 25 persen yang disertai kenaikan harga jual minimum sebesar 65 persen.
Artinya, apabila harga sebungkus rokok SKM I dahulu berada di kisaran 17 ribu rupiah, maka tahun depan diperkirakan harga jualnya di pasaran dapat melonjak hingga 27 ribu rupiah.