Jakarta, 30 September 2026 – Rencana Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026 menuai kritik keras dari organisasi kesehatan, akademisi, dan pemerhati anak. Pernyataan Menkeu yang menilai tarif cukai rokok 57% sudah terlalu tinggi dinilai keliru, menyesatkan, dan berbahaya bagi perlindungan kesehatan publik. Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Yayasan Lentera Anak, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menilai keputusan tersebut sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah kepada industri rokok dan sekaligus mengabaikan hak rakyat atas kesehatan.

Akhir-akhir ini, Menkeu Purbaya dalam berbagai pernyataan di media menyebutkan cukai hasil tembakau (CHT) 57% sudah terlalu tinggi, padahal sebenarnya angka tersebut adalah batas maksimum yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 2007. Pada faktanya, belum pernah ada merek rokok yang dikenai tarif cukai 57%, paling tinggi adalah 53% pada Sigaret Putih mesin (SPM) Gol I. Bahkan pada SKT Gol III, cukainya hanya 14%. Angka ini terlampau jauh sangat rendah jika dibandingkan standar internasional. WHO merekomendasikan tarif cukai minimum 75% dari harga ritel pasar, dengan kenaikan tahunan sekitar 25% khusus untuk Indonesia, agar keterjangkauan rokok dapat ditekan.

Baca siaran pers selengkapnya di sini.