Sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan jumlah perokok pemula sampai 240% (Riskesdas). Sementara kini, prevalensi perokok anak telah mencapai angka 9,1% (Riskesdas 2018), sebuah angka yang seharusnya nihil dalam sebuah negara.
Sementara itu, negara ini pun terus mengalami kerugian kesehatan yang begitu besar akibat perilaku merokok dari sepertiga orang dewasanya. Tingginya angka penyakit tidak menular mematikan, terus naiknya jumlah klaim jaminan kesehatan, dan sulitnya menurunkan angka stunting adalah beban-beban yang seharusnya tidak perlu terjadi jika Pemerintah Indonesia melakukan upaya pencegahan yang serius sejak awal. Kasus penularan Covid-19 dan keparahannya yang berkelindan dengan perilaku merokok pun seharusnya bisa ditekan. Belum lagi beban ekonomi, sosial, dan moral yang ditanggung bangsa Indonesia yang selama ini terjebak pada adiksi produk tembakau.
Langkah penanganan yang cepat, cermat, dan kuat harus segera diambil sebelum benar-benar terlambat. Beban kesehatan yang selama ini terjadi sebenarnya bermuara pada salah satu titik kelemahan, yaitu konsumsi produk tembakau. Namun, kelemahan itu seharusnya tidak dibiarkan atau malah dijaga dengan kelemahan lainnya, yaitu kelemahan regulasi yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, saat ini amandemen Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tengah berlangsung di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Amandemen demi penguatan pengaturan pengendalian konsumsi produk tembakau yang seharusnya diselesaikan dalam waktu setahun sejak 2018 (Keppres No. 9/2018), tidak kunjung selesai bahkan di waktu yang sangat mendesak di masa pandemi Covid-19 ini. Padahal, amandemen ini sangat diperlukan untuk memperkuat setiap aturan di dalamnya, mulai dari edukasi melalui peringatan kesehatan bergambar, perlindungan masyarakat dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok dan layanan berhenti merokok, sampai perlindungan anak dari strategi pemasaran, penjualan, dan iklan produk tembakau yang menarget mereka serta pengaturan rokok jenis baru, rokok elektronik.
Dengan ini, kami, limabelas organisasi profesi kesehatan bersama Komite Nasional Pengendalian Tembakau yang peduli pada masalah pengendalian konsumsi produk tembakau yang menjadi penyebab dari berbagai masalah kesehatan di Indonesia, menghimbau dan mendukung Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sebagai Pimpinan Tertinggi Bangsa Indonesia untuk :
- Melanjutkan upaya penanganan Covid-19 di Indonesia, dengan salah satunya memperkuat upaya preventif pengendalian konsumsi produk tembakau yang menjadi salah satu faktor risiko yang memperparahnya;
- Mengambil keputusan segera untuk memperkuat pengendalian konsumsi produk tembakau di Indonesia, baik rokok konvensional maupun rokok jenis baru (rokok elektronik);
- Memerintahkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang didukung seluruh Kementerian terkait untuk segera menyelesaikan amandemen PP 109/2012 demi menekan semua beban kesehatan yang diakibatkan oleh konsumsi produk tembakau.