Rangkul Tenaga Ahli DPR, Komnas PT Sampaikan Harapan Soal Rokok
Rangkul Tenaga Ahli DPR, Komnas PT Sampaikan Harapan Soal Rokok

Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengadakan capacity building atau pengayaan kapasitas bagi tenaga ahli Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apa harapan Komnas PT?

Ketua Dewan Penasihat Komnas PT, dr Kartono Muhammad mengatakan capacity building diperlukan untuk diteruskan kepada para anggota dewan. Harapannya adalah DPR tak terburu-buru mengesahkan RUU Pertembakauan yang dinilai Komnas PT masih kontroversial.

“Jadi tenaga ahlinya dulu kita perkaya pengetahuannya seputar pengendalian tembakau dan tembakau itu sendiri. Ketika nanti mereka berdiskusi dengan anggota dewan, diharapkan bisa memberi masukan seputar RUU Pertembakauan ini,” tutur dr Kartono kepada wartawan, ditemui usai diskusi Intervensi Industri Rokok dalam Pengendalian Tembakau, di Hotel Atlet Century, Jl Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/9/2015).

Hadir dalam diskusi ini 40 tenaga ahli dari 10 fraksi di DPR. Dalam diskusi ini hadir juga Ade Irawan, perwakilan dari Indonesia Corruption Watch dan juga Julius Ibrani dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Diskusi ini memunculkan saran seputar dibentuknya tim khusus untuk melawan pengaruh buruk industri rokok di masyarakat. Menanggapi hal ini, dr Kartono mengatakan pembentukan tim khusus untuk melawan industri rokok memang diperlukan.

Sebabnya, pengaruh buruk industri rokok sudah sangat kuat. Industri rokok muncul sebagai sponsor turnamen olahraga dan memunculkan image macho dan maskulin dalam iklan-iklannya di media.

“Padahal kalau mau bicara soal iklan, minuman beralkohol tidak ada iklannya. Padahal rokok dan minuman beralkohol sama juga, sama-sama berbahaya bagi kesehatan dan mengancam generasi muda,” tuturnya lagi.

Khusus soal RUU Pertembakauan, dr Kartono mengatakan ada salah kaprah dalam pembuatan RUU ini. Jika dilihat dari segi sosial, RUU Pertembakauan tidak mempertimbangkan dampak buruk tembakau terhadap semua lapisan masyarakat. RUU ini dinilai tidak berpihak kepada kesehatan masyarakat sehingga mengancam potensi generasi muda bangsa Indonesia.