KBR, Jakarta – Indonesia menempati angka konsumsi tembakau tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan pada 2013 lalu menunjukkan persentase perokok di Indonesia mencapai 46,16 persen. Angka itu jauh meninggalka negara-negara di kawasan yang sama seperti Malaysia (2,90 persen) dan Singapura (0,39 persen).
Berbagai cara dilakukan untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Antara lain dengan memperkenalkan konsep Tobacco Free Tourism. Wisata bebas rokok juga menjadi salah satu tema yang akan dibahas di Asia Pacific Conference on Tobacco or Health (APACT) di Bali tahun ini.
“Tobacco Free Toursim atau kawasan wisata bebas rokok adalah sebuah konsep di mana tempat wisata harus ramah terhadap keluarga dan anak,” kata Mouhamad Bigwanto, perwakilan IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) kepada Ruang Publik KBR, Selasa, (4/9/2018).
Konsep kawasan wisata bebas rokok bukan hanya sebatas tempat tersebut itu bersih dari puntung rokok dan asap rokok. Menurut Bigwanto, kawasan yang menjadi wisata bebas rokok juga harus terbebas dari segala macam bentuk iklan rokok.
Mengenai target dari wisata bebas rokok ini, kata Bigwanto, target awalnya bukan hanya menjaga kualitas lingkungan di tempat lokasi wisata, namun juga obyek-obyek yang terdapat di dalamnya.
“Temuan lapangan kita mendapati puntung rokok pada candi-candi di Borobudur, Jawa Tengah. Tujuan kita menggalakkan konsep wisata bebas rokok ini adalah juga untuk melindungi obyek-obyek berharga yang terdapat pada tempat wisata dari perilaku-perilaku tidak bertanggung jawab para wisatawan,” tegas Bigwanto.
Ketakutan umum yang muncul dari penerapan konsep bebas rokok di tempat wisata adalah turunnya jumlah wisatawan yang datang ke lokasi tersebut. Namun hal tersebut dibantah Bigwanto. Ia menyebutkan asosiasi para pengusaha di tempat wisata justru setuju dengan konsep wisata bebas rokok.
Di Bali, terdapat dua asosiasi pengusaha tempat wisata, yakni Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) serta Ikatan Pengusaha Pariwisata Indonesia (IPPI). Dua asosiasi itu, kata Bigwanto, justru optimistis dengan konsep wisata bebas rokok ini. Mereka yakin konsep itu tidak akan mengurangi jumlah wisatawan yang hadir.
“Dengan jumlah presentase pertumbuhan sektor wisata Indonesia pada tahun 2017 yang mencapai 25 persen, serta respon masyarakat dunia yang sudah menganggap rokok sebagai barang tidak normal, harusnya membuat kita tidak takut akan kehilangan wisatawan di berbagai tempat wisata Indonesia jika kita menggalakkan konsep wisata bebas rokok,” kata Bigwanto.
Ia menambahkan dengan fakta tersebut seharusnya menjadikan pariwisata Indonesia sebagai garda terdepan dalam mengampanyekan konsep Tobacco Free Tourism.
Tuan Rumah APACT 2018
Tahun ini Indonesia didapuk menjadi tuan rumah Asia Pacific Conference on Tobacco or Health (APACT).
“Konferensi APACT pertama kali dilaksanakan pada tahun 1989. Sedari awal ini berfokus pada pengendalian tembakau. Tahun ini adalah konferensi ke-12, dan Indonesia pertama kali dipilih sebagai tuan rumah,” kata Nurul Nadia HW Luntungan, Sekjen APACT12th kepada KBR.
Nurul menjelaskan agenda APACT tahun ini akan diselenggarakan pada tanggal 13-15 September 2018. Namun sebelum acara itu, pada tanggal 12 September 2018 akan diselenggarakan preconference yang berisi kegiatan-kegiatan workshop.
Di Indonesia, konferensi ini diatur Komite Nasional Pengendalian Tembakau dibantu oleh beberapa organisasi yang fokus terhadap masalah penangangan tembakau seperti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dalam konferensi utama pada 13-15 September mendatang, terdapat tema-tema utama yang akan diangkat seperti harga rokok apakah harus mahal yang menimbulkan pro kontra di masyarakat. Selain itu juga tema pengendalian tembakau terkait tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Konferensi APACT rencananya diisi oleh para ahli lintas sektor. Tidak hanya ahli di bidang kesehatan, melainkan juga dari sektor litigasi, political science, para ekonom, serta aktivis anak dan perempuan.
Untuk sektor terakhir, Sekjen APACT12th Nurul Nadia menggangap penting mengundang para aktivis perempuan dan anak untuk menyuarakan suara mereka terkait ancaman rokok bagi anak Indonesia.
“Salah satu tujuan utama dari masalah tembakau atau rokok di Indonesia adalah mengatasi makin tingginya jumlah perokok anak-anak setiap tahunnya. Kita tahu merokok itu adalah pilihan, tapi perjuangan kita adalah untuk mencegah para anak-anak sedini mungkin supaya tidak memilih rokok,” kata Nurul.