SUDAH sejak lama dan banyak pula orang yang tahu kebiasaan merokok membahayakan kesehatan, bahkan ancamannya kematian. Hal ini memang tidak salah, sebab menurut data WHO sedikitnya tujuh juta orang meninggal setiap tahunnya di dunia karena konsumsi tembakau.
Meskipun terdengar menyeramkan, namun jumlah perokok di dunia justru terus bertambah, dan akan ada 10 juta orang perokok meninggal setiap tahunnya pada 2025.
Di Indonesia sendiri, ada lebih dari 3,9 juta anak di usia 10 dan 14 tahun yang jadi perokok setiap tahun, itu baru satu fakta miris soal perokok di Indonesia. Padahal, rokok bisa mengakibatkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan kanker paru-paru. Masih ada 5 fakta lainnya yang Okezone rangkum dari acara Konferensi Pers Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2018, di Heart House, Kantor Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Jakarta , Selasa (5/6/2018).
1. Dana Rp6,5 triliun untuk 7 juta kasus penyakit jantung
dr. Ade Meidian Ambari, SpJP FIHA mengatakan dalam pemaparannya, berdasarkan data BPJS, negara menggelontorkan dana Rp6,5 trilium pada periode Januari-September 2017 untuk membiayai 7 juta kasus penyakit jantung di Indonesia . Jumlah kasus penyakit jantung pada 2017 bertambah bila dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2016 yang hanya 6,5 juta kasus. Fakta inu menunjukkan penyakit jantung menempati peringkat tertinggi pembiayaan penyakit karastropik di Indonesia .
2. Produk tembakau lain sama berbahayanya dengan rokok
Ade juga menjelaskan, produk olahan tembakau tidak hanya rokok saja yang berbahaya. Bidis, cerutu dan shisha pun memiliki dampak penyakit kardiovaskular akut yang sama dengan rokok, termasuk penyempitan pembuluh darah jantung, meningkatnya denyut jantung, dan curah jantung. Selama ini masyarakat menganggap produk tersebut tidak berbahaya dibandingkan rokok, padahal pada faktanya produk tersebut memiliki risiko yang sama.
3. Kesadaran dan kepedulian masyarakat masih kurang
Laksmiati A. Hanafiah, Ketua III Yayasan Jantung Indonesia dan Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, mengungkap Kedaruratan ancaman bahaya tembakau sebenarnya sudah sering diinformasikan kepasa masyarakat, namun kesadaran dan kepedulian terhadap hal ini sampai sekarang masih dirasakan kurang. Terbukti dengan makin tingginya konsumsi tembakau di kalangan perokok muda, perokok baru sebagai dampak maraknya iklan gaya hidup dari kalangan industri rokok yang menyesatkan, seperti merokok itu keren.
4. 70% perokok dari keluarga miskin
Lebih lanjut Laksmi mengungkapkan, ternyata sebagian besar perokok sekira 70 persen berasal dari keluarga miskin dan usia produktif. Hal ini menyedihkan, karena seharusnya uang yang diginakan untuk membeli rokok bisa dialokasikan untuk membeli makanan dan minuman yang berguna untuk keluarga. Faktanya, perokok bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang di sekelilingnya yang menjadi perokok pasif dan third hand smoker, yaitu mereka yang bersentuhan dengan benda-benda yang terkena paparan asap rokok.
5. Harga rokok murah dorong meningkatnya konsumsi rokok
Laksmi menambahkan, fenomena lainnya, yaitu masih murahnya harga rokok di Indonesia mendorong tingginya konsumsi, sehingga salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan konsumsi rokok adalah dengan meningkatkan harganya.