Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta agar RUU Pertembakauan harus mampu menekan impor tembakau. Hal tersebut diungkapkan seusai mendampingi Ketua DPR RI menerima audiensi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Yayasan Jantung Indonesia di Ruang Rapat Pimpinan DPR RI Nusantara III Senayan Jakarta hari ini. Pertemuan yang berlangsung siang tadi, dihadiri oleh Pimpinan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Emil Salim dan sejumlah delegasi dari Yayasan Jantung Indonesia. Sementara itu pimpinan DPR RI didampingi juga oleh sejumlah anggota DPR RI dari Komisi VIII dan Komisi IV.
Sebagaimana tercantum dalam website resmi DPR RI, RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dengan nomor urut 18. Saat ini RUU Pertembakauan telah selesai dibahas di DPR dan tinggal diserahkan kepada Pemerintah untuk disetujui.
Fahri Hamzah menjelaskan, dari audiensi tadi, pihaknya menemukan ada semacam kekhawatiran bahwa RUU Pertembakauan akan membawa kepentingan Industri rokok dan merugikan petani tembakau. Komnas tadi menyampaikan hasil risetnya bahwa RUU ini berpeluang akan meningkatkan industri semata, membuat pasar rokok di dalam negeri semakin masif dan dikhawatirkan akan merusak generasi muda.
“Saya mengusulkan bahwa Undang-undang ini pertama-tama harus meningkatkan kesejahteraan petani. Kedua, UU ini harus mengembangkan rokok tradisional Indonesia yaitu rokok kretek. Bukan malah mengembangkan Rokok Industri yang dibuat dengan mesin-mesin sehingga harganya murah, lalu gampang dibeli. Ketiga, UU ini harus mempersulit penjualan dan distribusi rokok di dalam negeri,” kata dia di Jakarta, Senin (18/7/2016).
RUU Pertembakauan memang santer mendapatkan pro dan kontra. Kalangan LSM dan kubu anti tembakau mengkritik rancangan undang-undang tersebut yang dianggap menguntungkan industri tembakau dan merugikan kesehatan masyarakat. Sementara kalangan Industri rokok malah menganggap bahwa RUU tersebut bisa menyulitkan industri rokok.
Terkatung-katung selama 10 tahun, RUU pertembakauan masuk lagi Prolegnas tahun 2016 dan tinggal menunggu persetujuan Pemerintah. “Jika tidak disetujui nama undang-undang tersebut bisa diganti menjadi Undang-Undang Pembatasan atau Pengendalian Konsumsi Tembakau,” kata Fahri.
“Undang-undang ini menekankan bahwa tembakau sebaiknya tidak diimpor, kepentingan petani menjadi prioritas kita”, lanjut Fahri.
Hal ini karena data BPS saat ini menunjukkan bahwa Impor tembakau mencapai angka 80 persen dari total tembakau yang beredar. “Di hulu, DPR ingin menekan impor tersebut, agar petani bisa lebih sejahtera. Sementara di hilir, kita ingin konsumsi rokok dalam negeri dikurangi, sebab bisa merusak kesehatan masyarakat”, pungkas dia. (rai)