REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Subdirektorat Statistik Kerawanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ahmad Avenzora mengatakan rokok merupakan komoditas kedua yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan. Pengaruh rokok terhadap angka kemiskinan mencapai 10,70 persen di pedesaan.
“Rokok banyak dikonsumsi sehingga masuk dalam komoditas dalam mengukur kemiskinan. Posisinya selalu menempati posisi kedua setelah beras,” kata Ahmad dalam peluncuran hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia di Jakarta, Senin (25/6).
Ahmad mengatakan pada September 2017, beras memberi pengaruh terhadap garis kemiskinan sebesar 18,8 persen di perkotaan dan 24,52 persen di perdesaan. Sementara komditas rokok berada di urutan kedua dengan kontribusi sebanyak 9,98 persen di perkotaan dan 10,70 persen di perdesaan.
Pada Maret 2017, 19,63 persen penduduk miskin adalah perokok. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017, persentase penduduk merokok di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
Mengapa rokok termasuk ke dalam komoditas yang ditetapkan BPS dalam mengukur kemiskinan? Ahmad mengatakan hal itu karena konsumsi rokok di Indonesia cukup tinggi.
“BPS menggunakan metodologi arus utama yang banyak digunakan di negara-negara berkembang untuk mengukur kemiskinan, yaitu konsep kebutuhan dasar. Konsep tersebut mengukur komoditas-komoditas yang banyak dikonsumsi,” tuturnya.
Di Indonesia, terdapat 52 jenis komoditas kebutuhan dasar. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.
Ahmad menjadi salah satu narasumber dalam peluncuran penelitian “Perilaku Merokok Orang Tua dan Dampaknya terhadap ‘Stunting’ dan Jebakan Kemiskinan” yang diadakan Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.
Selain Ahmad, narasumber lainnya adalah Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto, Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K) dan guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany.