Dua puluh penderita penyakit yang disebabkan konsumsi rokok di Jawa- Timur (Jatim) berkumpul dan mendeklarasikan diri bergabung dalam Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI) di BG Junction Jl Blauran, Surabaya, Sabtu (21/7).
AMKRI mendesak pemerintah untuk segera membebaskan masyarakat Jawa Timur dari bahaya konsumsi rokok yang meresahkan.
AMKRI Jatim beranggotakan pasien dari berbagai macam penyakit seperti kanker pita suara, kanker payudara, kanker paru, penyakit stroke, jantung, asma, penyakit kronik paru, dan keluarga korban yang memiliki semangat dan tujuan yang sama dalam pengendalian rokok di Indonesia.
Mereka datang dari berbagai wilayah di Jawa Timur di antaranya Gresik, Siduarjo, Surabaya, dan Tulung Agung. AMKRI Jatim mendeklarasikan dukungan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Frame Work Convention of Tobacco Control, membuat perda kawasan tanpa rokok, dan mnjadikan harga rokok mahal agar tidak dapat dijangkau anak-anak dan masyarakat luas.
Koordinator AMKRI, Helena Liswardi menyatakan, dalam advokasi pengendalian tembakau, salah satu elemen penting sebagai pendorong adalah adanya suara para korban.
Korban rokok adalah saksi mata, sekaligus bukti nyata akan bahaya rokok dan efeknya dalam kehidupan para korban, baik dalam kesehatan, hubungan sosial masyarakat, dan keuangan. Untuk itu, para korban harus ikut bersuara keras dalam kampanye pengendalian tembakau. Selain memberidorongan dan edukasi pada masyarakat, namun juga advokasi terhadap kebijakan.
Helena mengatakan, pada 22 Oktober 2012, para korban rokok di Jabodetabek yang ingin ikut berjuang bersama dalam gerakan pengendalian tembakau di Indonesia juga telah bersatu sebagai AMKRI.
Mereka tidak hanya menja di wakiI lebih dari 200.000 korban meninggal setiap tahun akibat konsumsi rokok namun juga wakil keluarga dan siapa pun yang merasa menjadi korban rokok. Mereka menjadi corong suara korban yang ikut mendorong adanya aturan yang kuat untuk mencegah jatuhnya Iebih banyak korban rokok di Indonesia.
“Untuk itu, AMKRI perlu terus memperluas Iangkahnya untuk menjangkau sebanyak mungkin korban ’okok yang selama inI diam dan mengajak mereka untuk bersuara bersama. AMKRI yang seiama ini masih aergerak aktif d1 Jakarta, perlu menjangkau para korban iain di berbagai daerah, saiah satunya Jawa Timur.
“Di provinsi ini, teIah teridentifikasi kelompok para korban rokok yang perlu dirangkul dan mendapat penguatan isu pengendaiian tembakau sehingga dapat bergerak bersama sesama korban rokok,” ujar Helena.
Oleh karena itu, Helena mengatakan, AMKRI bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Tobacco Support Center, dan Universitas Airlangga mengadakan kegiatan pembekalan para korban rokok Jawa Timur dan menampilkan mereka sebagai suara-suara baru dalam upaya pengendalian tembakau dengan memperkenaIkan mereka lewat sebuah kegiatan dekIarasi bersama di hadapan masyarakat umum dan media.
Melalui kesempatan ini juga, AMKRI Jawa Timur menyampaikan tuntutan mereka melalui dekiarasi tuntutan bersama yang ditujukan kepada pemerintah:
1. Mendesak pemerintah RI dan DPR RI agar segera membentuk dan menegakkan kebijakan dan tentang pengendaiian rokok.2. Menolak segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor industri rokok termasuk tanggung jawab sosiai perusahaan (CSR) yang terselubung.3. Ikut berperan dalam menyampaikan informasi dan edukasi tentang bahaya rokok kepada masya rakat de ngan sebenar-bena rnya.4. Menaikkan harga rokok setinggi mungkin sampai tidak dapat dijangkau anak-anak, remaja. dan masyarakat Iuas, terutama keluarga miskin.
Sementara itu, Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC), Dr Santi Martini, dr.M.Kes mengakui harga rokok di Indonesia memang terIaIu murah. Ini menyebabkan jumlah perokok pemula diketahui meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 8,8% pada 2016 (Sirkesnas, 2016).
PadahaI sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia di bawah 18 tahun sebesar 1 persen setiap tahunnya. Ini menunjukkan rokok murah juga mendorong anak anak yang mampu membeli rokok dan dapat teradiksi, sehingga menjadi perokok yang tidak dapat berhenti seterusnya.
Berdasarkan riset Atlas Tobacco Indonesia menduduki rangking tiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Jumlah perokok di Indonesia tahun 2016 mencapai 90 juta jiwa. Indonesia sendiri menempati urutan tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki di Asean yakni sebesar 67,4 persen.
Kenyataan ini diperparah, bahwa perokok di indonesia usianya semakin muda. Data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menunjukan jumlah perokok anak di bawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Ada sekitar 19,8 persen pertama kali mencoba rokok sebelum usia 10 tahun, dan hampir 88,6 persen pertama kali mencobanya di bawah usia 13 tahun.
Lebih miris lagi, sebanyak 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari Rp 20 ribu per hari. Perokok di Indonesia 70 persen di antaranya berasal dari kalangan keluarga miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa pada September 2016, rokok adalah komoditas yang menyumbang kemiskinan sebesar 10,70 persen di perkotaan dan pedesaan.
“Kalau harga rokok tidak segera dinaikkan, maka Indonesia akan segera menghadapi gangguan ekonomi yang disebabkan menurunnya produktivitas dan membengkaknya anggaran jaminan kesehatan nasional,” ungkap Dr Santi.
Sumber : http://www.mediasurabayarek.com/2018/07/amkri-jatim-dukung-harga-rokok-harus.html?m=1