Depok, 13 November 2025 — Dalam upaya memperkuat advokasi kebijakan pengendalian tembakau dari sudut pandang hukum dan hak asasi manusia (HAM), ProTC bekerja sama dengan Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan didukung oleh Komite Nasional Pengendalian Tembakau menyelenggarakan kegiatan ProTC Goes to Campus bertajuk “Menegakkan Kebijakan Pengendalian Tembakau dari Perspektif Hukum dan HAM.”

Kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka bagi mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil serta media untuk memahami secara lebih mendalam aspek hukum dalam kebijakan pengendalian tembakau, sekaligus memperkuat kesadaran akan pentingnya perlindungan hak atas kesehatan sebagai bagian dari HAM.

“Pengendalian tembakau didasari ribuan bukti ilmiah global yang menegaskan bahwa asap tembakau adalah karsinogen penyebab kanker, penyakit jantung, dan kematian dini, sehingga menjadi kewajiban negara untuk melindungi hak kesehatan publik,” ujar Nina Samidi, Program Manager Komite Nasional Pengendalian Tembakau. “Namun, di tengah langkah pemerintah yang progresif melalui terbitnya PP No. 28 Tahun 2024, intervensi industri tembakau masih sangat kuat. Industri berupaya melemahkan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel melalui berbagai bentuk pengaruh kebijakan, baik secara langsung maupun terselubung. Ini menjadi tantangan serius bagi komitmen negara untuk melindungi warganya,” tegas Nina.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 merupakan bentuk nyata komitmen negara dalam pengendalian zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik. Regulasi ini memperkuat berbagai aspek pengendalian non-fiskal seperti pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship, pengaturan kawasan tanpa rokok, serta pengendalian penjualan kepada anak.

Meski demikian, upaya penegakan kebijakan ini masih menghadapi hambatan serius. Tubagus Haryo Karbyanto, advokat publik dan aktivis kebijakan pengendalian tembakau, menyoroti masih lemahnya aspek litigasi dalam menegakkan aturan yang sudah ada.

“Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia kerap kali tersandera oleh kepentingan ekonomi dan tekanan politik. Dalam praktiknya, masih banyak pelanggaran terhadap kawasan tanpa rokok dan promosi terselubung produk tembakau. Litigasi strategis harus menjadi instrumen penting untuk memastikan pemerintah dan industri bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut,” ujar Tubagus.

Sementara itu, Djarot Dimas Achmad Andaru, S.H., M.H., akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menegaskan bahwa hukum kesehatan adalah bagian fundamental dari perlindungan hak asasi manusia.

“Hukum kesehatan bukan hanya regulasi administratif, tetapi merupakan instrumen perlindungan HAM. Negara memiliki kewajiban konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan komitmen internasional melalui Kovenan ICESCR untuk menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat. Oleh karena itu, pengendalian tembakau bukan sekadar isu kesehatan, tetapi juga isu keadilan sosial,” tutur Djarot.

Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat basis pemahaman hukum bagi mahasiswa dan masyarakat tentang pentingnya pengendalian tembakau sebagai bagian dari perlindungan HAM. Dengan meningkatnya kesadaran publik dan kolaborasi lintas sektor, advokasi kebijakan pengendalian tembakau dapat menjadi pilar penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berpihak pada kesehatan masyarakat.