Jakarta, 3 Desember 2020 – Hari ini, sebagai kelanjutan Surat Peringatan Somasi Pertama maupun Kedua kepada Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto, kelima penggugat melanjutkan laporan kepada Ombudsman Republik Indonesia. Melalui kuasa hukumnya, Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia, mereka mendaftarkan laporan yang intinya menyebutkan bahwa Menkes Terawan diduga telah melakukan maladministrasi terkait revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012.

Pada 26 November lalu, Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA); Shoim Sahriyati, S.T, Ketua Yayasan Kepedulian Untuk Anak Surakarta (Yayasan Kakak); OK. Syahputra Harianda, Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia; Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak melayangkan Surat Peringatan Somasi yang kedua kepada Kemenkes RI cq Menteri Kesehatan RI sebagai tindak lanjut Somasi I untuk tuntutan yang sama, yaitu agar Kemenkes RI melakukan tugasnya, yaitu menyelesaikan revisi PP109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Namun, baik Somasi I maupun II, Menkes tak juga bergeming untuk memberikan respon atas somasi tersebut. Akibatnya, Menkes RI kini dilaporkan ke Ombudsman RI. Padahal, selama proses revisi, masyarakat sipil telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong terjadinya revisi PP109/2012. Sebagai penggerak utama untuk di bidang kesehatan, sebagaimana tugas pokok dan fungsinya, Kemenkes RI berkewajiban untuk segera menuntaskan revisi PP109/2012 mengingat sifat mendesak yang harus segera dilakukan demi penurunkan prevalensi perokok, terutama perokok anak yang jumlahnya terus naik.

Dalam laporan kali ini, kelima pelapor yang diwakili SAPTA Indonesia mengharapkan Ombudsman RI untuk dapat:

  1. Melakukan investigasi secara mendalam tentang dugaan maladminstrasi Kementerian Kesehatan RI cq Menteri Kesehatan RI terkait proses Revisi PP109/2012 2
  2. Melaporkan hasil investigasi yang dimaksud dalam poin 1 kepada pelapor dan/atau Kuasa hukum pelapor;
  3. Membantu memediasi pertemuan Pelapor dan terlapor agar segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 secara cepat. Urgensi dari peraturan ini akan menjadi upaya yang melindungi dan membatasi dampak buruk dari produk tembakau bagi anak-anak serta generasi muda bangsa Indonesia.

“Melalui laporan ini kami harapkan Ombudsman dapat membantu kami untuk menunjukkan bagaimana sikap Kemenkes RI yang tidak punya komitmen untuk memberikan perlindungan kepada anak Indonesia melalui PP109/2012. Mereka lalai, mereka tidak patuhi perintah presiden, mereka otoritas kesehatan yang tidak pantas duduk di kursinya saat ini,” jelas Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak sebagai salah satu pelapor. Seperti yang diinformasikan sebelumnya, revisi PP109/2012 adalah amanat Keppres No 9 tahun 2018.

Dalam kesempatan yang sama, Tulus Abadi, ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menegaskan, “Kami tidak main-main. Tuntutan kami akan terus dilanjutkan, kalau perlu sampai pengadilan. Setiap hari sangat penting, setiap hari ada anak-anak yang terus direkrut industri rokok untuk menjadi pelanggan produknya yang berbahaya. Maka setiap hari Kemenkes RI tidak juga menuntaskan sebuah aturan yang penting untuk melindungi mereka, artinya Kemenkes dengan sengaja menyodorkan anak-anak kita kepada industri kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan, industri rokok!”

Maka siang ini, kelima penggugat yang didukung oleh Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) mendaftarkan laporannya dan melakukan konferensi pers singkat untuk memberikan keterangan kepada media mengenai pentingnya langkah ini. Dengan langkah ini, sebenarnya Pemerintah, dalam hal ini Kemenkes RI, memiliki kesempatan untuk segera memperbaiki kinerjanya dan membuktikan komitmennya dalam perlindungan masyarakat dari bahaya akibat konsumsi produk tembakau, rokok.

Demikian siaran pers ini disampaikan. Info lebih lanjut: Nina (sekretariat@komnaspt.or.id) atau Iyet (iyet@lenteraanak.org)