Komnas Pengendalian Tembakau juga mengecam sekeras-kerasnya kepada siapa pun, pribadi maupun instansi/lembaga/kelompok, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Ketua Umum Komnas PT dr Prijo Sidipratomo, ajakan merokok bukannya akan menyelamatkan BPJS Kesehatan. Sebaliknya kampanye tersebut justru akan menambah beban BPJS Kesehatan karena tingginya klaim kesehatan penyakit akibat konsumsi rokok.
“Selain itu, ajakan merokok sama sekali bukan tindakan yang heroik, namun seballiknya, justru mempromosikan rokok sehingga hanya akan menguntungkan industri rokok belaka. Padahal Industri Rokok seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas beban yang ditanggung bangsa Indonesia akibat konsumsi rokok,” kata dr Prijo, dalam keterangan tertulis yang NNC terima, Senin (24/9/2018).
Pernyataan ini disampaikan karena pada Jumat lalu, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Salah satu butir yang menjadi pusat perhatian masyarakat adalah digunakannya dana pajak rokok daerah untuk menambah dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Melihat hal di atas, alih-alih memerintah semua daerah menyetorkan seluruh dana promotif-preventif kesehatan tanpa batasan waktu, Komnas Pengendalian Tembakau merekomendasikan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan Putusan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksanaan dengan menyebutkan batasan waktu yaitu sampai masalah defisit BPJS Kesehatan terselesaikan.
Kedua, untuk menjamin keberlangsungan JKN, pemerintah harus berani mengambil keputusan logis meskipun tidak populer secara politis untuk menaikkan premi asuransi dari peserta BPJS Kesehatan yang mampu bayar. Hal ini harus dilakukan mengingat rendahnya premi adalah masalah awal defisitnya BPJS Kesehatan.
Ketiga, pemerintah juga harus menaikkan harga rokok melalui cukai sebagai win-win solution. Dengan menaikkan cukai rokok, pemerintah akan mendapat dana tambahan untuk mensubsidi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang juga berkontribusi terhadap beban JKN namun juga sebagai upaya preventif dalam masalah kesehatan yang selama ini menghantui BPJS Kesehatan.
“Kita masih menaikkan cukai rokok sampai batas atas 57 persen. Ditambah dengan menyederhanakan tingkat tarif cukai rokok, Indonesia sangat mungkin terselamatkan dari masalah beban biaya kesehatan sekaligus tingginya prevalensi perokok yang merupakan calon peserta yang akan melakukan klaim kesehatan dari penyakit berat,” jelas dr Prijo.