DPR akan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakuan. Sempat terjadi tarik ulur dalam pembahasannya. Banyak yang pro dan kontra terkiat pengesahan RUU Pertembakauan tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Priyo Sidipratomo, mengatakan pihaknya tetap menentang disahkannya RUU Pertembakauan tersebut. Menurut dia, RUU tersebut lebih banyak mudaratnya.
“Kita tentu akan all out untuk menentang ini baik melalui lobi lobi ataupun upaya hukum,” ucap Priyo ketika dikonfirmasi, Jumat (9/12).
Dia mengatakan, penolakan tersebut, lantaran RUU itu mengundang banyak kejanggalan. Dimana di antaranya, hanya ada 3 daerah yang menghasilkan tembakau tetapi dengan RUU ini peraturannya justru mengeneralisasi untuk semua daerah di Indonesia.
“Jelas dampak buruknya untuk public health (kesehatan publik). Tetapi dipaksakan membuat RUU yang terkesan melindungi, apalagi dibuat disaat impor tembakau mendominasi pasokan ke pabrikĀ rokok, tetapi deskripsinya bukan melindungi kepentingan nasional,” tutur Priyo.
Selain itu, menurut dia, RUU ini dibuat dimana sebagian masyarakat menentangnya karena dampak buruk dari produk tembakau yang berupa rokok dan telah mendekati pandemi terutama untuk tenaga usia produktif, terutama di kalangan laki-laki. Serta hampir semua negara di dunia memakai instrument FCTC untuk menangkalnya. Indonesia justru sebaliknya.
“Indonesia bukan produsen tembakau terbesar di dunia, tetapi melakukan upaya melindungi tembakau. Merupakan negara dengan prevalensi lelaki tertinggi di dunia yang merokok, tetapi RUU tidak menunjukan upaya pengendalian. Merusak skala prioritas pemakaian, pengeluaran rumah tangga di kelompok miskin, karena pengeluaran membeli rokok jauh mengalahkan pengeluaran kebutuhan rumah tangga miskin untuk menjaga gizi keluarga. RUU ini sama sekali tidak berpihak kepada hal tersebut,” jelas Priyo.
Karenanya, lanjut dia, Komnas akan melakukan intens dan melalui upaya hukum.
“Melihat hal ini, Komnas akan intensif mengupayakan lobi-lobi kepada DPR dan pemerintah jika gagal tidak tertutup kemungkinan melalui upaya hukum antara lain melalui KPK. RUU itu sendiri sesungguhnya tumpang tindih dengan UU yang lain. Yang pasti RUU ini jika jadi UU, pontesial membunuh generasi muda bangsa Indonesia,” pungkas Priyo.