Pengendalian Tembakau Kemenangan Uruguay Jadi Ancaman bagi Indonesia
Pengendalian Tembakau Kemenangan Uruguay Jadi Ancaman bagi Indonesia

Kemenangan pemerintah Uruguay dalam menghadapi gugatan hukum oleh perusahaan rokok Philip Morris Internasional (PMI) pada pengadilan arbitrase internasional akan menjadi ancaman bagi Indonesia. Mengingat Indonesia hingga saat ini masih lemah dalam aturan pengendalian tembakau.

“Industri rokok raksasa itu akan berupaya terus meningkatkan penjualannya di Indonesia, karena pasarnya yang sangat luas meski harus mengorbankan anak-anak akibat dampak rokok,” kata Todung Mulya Lubis, anggota Dewan Penasehat Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau dalam diskusi, di Jakarta, Senin (25/7).

Diskusi menghadirkan President of Campaign for Tobacco-free Kids, Matthew L Myers.

Todung mengemukakan, kemenangan pemerintah Uruguay dalam melindungi rakyatnya dari bahaya rokok seharusnya mendapat perhatian pemerintah. Mengingat selama ini Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia.

“Terutama perokok anak-anak. Industri rokok terlibat dalam praktik pemasaran yang menarik anak-anak di Indonesia,” ucap Todung Mulya Lubis yang juga pendiri biro hukum Lubis, Santosa dan Maramis (LSM) tersebut.

Padahal, lanjut Todung, konsumsi rokok berkontribusi langsung terhadap kemiskinan. Tingkat merokok di kalangan keluarga miskin jauh lebih tinggi dibandingkan keluarga kaya.

“Sehingga lebih banyak uang dari keluarga miskin yang dihabiskan untuk tembakau, dibanding belanja makanan bergizi untuk keluarganya,” ucap Todung M Lubis.

Matthew L Myers dalam bidang litigasi internasional itu mengungkapkan, selama bertahun-tahun PMI perusahaan tembakau multinasional yang berkantor di Swiss telah menggunakan pengadilan nasional dan internasional untuk mengintimidasi negara-negara yang lemah dalam pengendalian tembakau.

“Hingga kini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia dan negara urutan ke-6 produsen tembakau di dunia yang belum meratifikasi FCTC (framework convention tobacco control),” ujarnya.

Menurut Myers, ketika negara-negara di dunia mengalami penurunan konsumsi rokok, Indonesia justru menjadi satu-satunya negara yang mengalami peningkatan jumlah perokoknya.

Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan jumlah perokok di Indonesia akan meningkat jadi 90 juta orang, jika tidak dilakukan upaya pengendalian tembakau.

“Industri rokok pindah dari negara-negara maju ke negara-negara dunia ketiga. Tak seperti negara lain yang menolak, Indonesia tampaknya justru membuka tangannya lebar-lebar dalam menghadapi industri rokok dunia,” ucap Myers.

Todung menambahkan, hal itu terlihat pada Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 63 Tahun 2015 tentang roadmap Produksi Industri Hasil Tembakau 2015-2020 dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan.

“Kedua aturan tersebut menunjukkan betapa kuatnya intervensi industri rokok terhadap penentu kebijakan,” ucap Todung Mulya Lubis menegaskan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Uruguay -sebuah negara kecil di Amerika Selatan pada 8 Juli 2016 lalu berhasil memenangkan kasus gugatan yang diajukan PMI atas pelanggaran perjanjian investasi bilateral antara Uruguay dan Swiss pada pengadilan arbitrase internasional.

Pengadilan memutuskan penolakan gugatan PMI dan kewajiban membayar 7 juta dolar pada pemerintah Uruguay sebagai ganti biaya hukum yang berlangsung selama 6 tahun tersebut. (TW)

Reff : https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/2925-pengendalian-tembakau-kemenangan-uruguay-jadi-ancaman-bagi-indonesia